Minggu, 07 Desember 2014

YAYUK BASUKI

Edit Posted by with No comments

Muslimah Leader

Yayuk Basuki 

Siapa yang tidak kenal dengan Yayuk Basuki sebagai salah satu wajah baru parlemen di Senayan. Wanita kelahiran Yogyakarta, 30 November 1970 ini pernah mengharumkan bangsa lewat tenis professional dunia, dan mampu menembus peringkat ke-18 besar dunia untuk kelas tunggal dan ke-9 pada kelas ganda dunia pada beberapa tahun yang lalu. Istri mantan petenis nasional Suharyadi ini memiliki sosok totalitas dalam dunia tenis, terbukti meskipun saat ini sudah tidak menjadi pemain, Yayuk tetap mengabdikan dirinya untuk tenis dengan membuka sebuah sekolah tenis yang diberi nama Yayuk Basuki Tennis Academy (YBTA) dengan tujuan agar petenis-petenis muda mampu bersaing di dunia tenis professional.

 “Kita harus bekerja keras dimana pun itu berada. Selama 26 tahun di dunia tenis, saya selalu menjadi tulang punggung dan leader dalam setiap pertandingan. Begitu juga sekarang, saya tetap menjadi leader dalam tennis academy yang saya kelola. Itu semua tidaklah mudah, butuh proses yang panjang”, tutur Yayuk sambil tersenyum. Bagi seorang seperti Yayuk Basuki, untuk menjadi leadership kita harus bisa mempengaruhi atau mentransformasikan individu lain agar mau berubah. Kebanyakan orang mengatakan bahwa pemimpin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu seperti memiliki sifat jujur dan obyektif, cerdas, mampu memecahkan persoalan dengan tepat karisma, dapat memotivasi bawahannya, dan mampu menumbuhkan kreatifitas dan inovasi. Mereka beranggap bahwa keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung pada sifat pemimpinnya.

“Jika kita bicara secara kodratnya, tentunya wanita zaman dahulu jauh berbeda dengan zaman sekarang.  Dahulu wanita lebih sering tinggal di dalam rumah yang selalu berada di belakang laki-laki dan beranggapan suaminya akan selalu memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, di era dengan kemajuan globalisasi saat ini justru saya banyak sekali melihat wanita-wanita yang lebih mandiri dengan gaya leadership diberbagai kalangan. Cukup penting bagi seorang wanita berada di parlemen agar dapat memperjuangkan hak-hak wanita lainnya”, ujarnya.

Menurut Yayuk, banyak hal yang dilakukan perempuan di zaman sekarang ini untuk mengurangi pemiskinan dan kemiskinan agar dapat meningkatkan kesejahteraan baik untuk diri sendiri maupun untuk keluarga. Dengan kemiskinannya, perempuan bisa dikatakan lebih menderita dibanding laki-laki karena rata-rata tingkat pendidikan perempuan lebih rendah (biasanya pendidikan diutamakan untuk laki-laki). Akibat pemahaman yang berkembang di masyarakat, bahwa laki-laki punya beban tanggung jawab yang lebih dibandingkan perempuan meski pada prakteknya perempuan lebih fasih dalam segala hal. Akhirnya, perempuan hanya memiliki keterampilan yang terbatas dalam memperoleh akses terhadap sumber-sumber penghasilan lainnya. Mengingat tingkat pendapatan juga dapat dipengaruhi oleh kreativitas dan di sisi lain semakin tinggi tingkat pendidikan formal, peluang untuk memperoleh pekerjaan semakin tinggi.
“Semua wanita jika mulai diberi pelatihan dengan baik sampai handal, maka dia bisa menjadi pelaku bisnis. Pendidikan yang baik merupakan peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi wanita, dengan itu otomatis tingkat kemiskinan semakin terputus. Harus diakui pendidikan merupakan tool untuk wanita melahirkan individu yang memiliki keperibadian Islam yang teguh dan kelak menjadi harapan bangsa”, ungkapnya lebih lanjut.

Dunia politik bagi Yayuk Basuki bukanlah soal kekuasaan dan uang semata, namun lebih kepada pengabdian demi kesejahteraan masyarakat. Yayuk sendiri akan memperjuangkan restorasi dalam bidang pendidikan. Ia menyadari sumber daya manusia di Indonesia ini sebenarnya sangat banyak sekali hanya saja kurang dikelola dengan baik. Padahal pendidikan merupakan modal terpenting untuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup rakyat Indonesia. Sepertinya usaha pemerintah untuk melakukan pemerataan dan memajukan dunia pendidikan di negara ini belum terwujud, lahirnya kebijakan sertifikasi guru masih pada permukaan pada kenyataannya hingga kini banyak guru yang mengajar di sekolah (baik SD, SMP maupun SMU) kualitas keilmuannya masih sangat memprihatinkan. Semua itu dikarenakan fasilitas yang diberikan untuk tenaga pengajar masih sangat kurang,sehingga mereka pun tidak fokus mengajar”, ungkap ibu satu anak ini. 
Kalau saja Yayuk tidak perduli dengan pendidikan untuk generasi muda, mungkin Yayuk hanya akan menekuni kegiatan sebagai pebisnis saja. Tapi hatinya tersentuh ketika masih banyak sekali wanita Indonesia berantusias menjadi TKW dikarenakan hanya memiliki pendidikan dan keterampilan yang pas-pasan. Berharap dapat memperbaiki ekonomi keluarga dengan mendapat upah yang besar, meskipun resiko besar menghadang tapi tidak dapat menggoyahkan niatnya. Perlindungan yang diberikan pemerintah rasanya tidak cukup hanya sampai memberi gelar pahlawan devisa bagi TKW. Harus ada solusinya untuk mencegah para wanita berbondong-bondong ke luar negeri seperti memperbaiki sistem serta menyiapkan SDM dengan memberikan pendidikan dan keahlian khusus agar dapat bersaing di tingkat global. Akan tetapi jika para wanita yang antusias menjadi TKW ini ada kegiatan yang mampu membantu meringankan beban keluarganya dengan kemandirian mungkin mereka akan lebih memilih berwirausaha dan bekerja dalam negeri karena dekat dengan keluarga dan jauh dari resiko penyiksaan. 
Sebagai politisi wanita tentunya tidaklah mudah mengemban jabatan ini. Sekelumit permasalahan di tengah krisis kepemimpinan di Indonesia tentunya sosok pemimpin yang penuh kerendahan hati dan rasa kemanusiaan tetapi tegas menjadi dambaan. Pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang progresif, mengandalkan kinerja bukan pencitraan, serta gaya kepemimpinan egaliter dan dekat dengan rakyat bukan kepemimpinan feodal dan berjarak. “Saya bukan orang lambat jika mengerjakan sesuatu hal, jika harus dibenahi saat ini juga maka harus dilakukan saat ini juga”, ucapnya.

“Saya itu realistis dan optimis. Jika dipercaya kembali di periode selanjutnya, saya lebih memilih menjadi Menteri Olahraga yang memang sesuai dengan kemampuan saya dibanding jadi Presiden. Dalam artian saat ini saya harus belajar dulu, karena semua butuh proses. Untuk menjadi Menjadi RI1 maka bukan hanya di persoalan leadershif saja tetapi harus menjadi seorang creator, memiliki kesabaran, kuat dan tegar dalam menghadapi kritikan dan juga masukan dari berbagai kalangan sehingga pemerintahan berjalan dengan baik.




0 komentar:

Posting Komentar